PENGENDALIAN HAYATI TANAMAN SAKIT DENGAN PROTEKSI SILANG
A.
PENDAHULUAN
Keberadaan virus pada suatu tanaman sangat merugikan bagi petani karena
dapat merusak tanaman yang sedang dibudidayakan. Virus yang memiliki sifat
dapat mengkristal apabila lingkungan tidak sesuai dan dapat aktif kembali sebagai organisme hidup ketika
lingkungan disekitarnya mendukung. Hal ini yang menjadikan virus sulit untuk
dikendalikan. Selain itu, virus sukar dikendalikan karena mudah tersebar
melalui vektor dan mempunyai kisaran inang yang luas.
Pengendalian yang banyak dilakukan oleh petani dan dapat dengan mudah
diaplikasikan adalah dengan menggunakan pestisida untuk membasmi oragnisme yang
digunakan sebagai vector virus. Isu global yang berkembang saat ini antara lain
mengenai residu pestisida pada tanaman. Terkait dengan isu tersebut
pengendalian penyakit secara kimiawi mempunyai dampak negatif terhadap
lingkungan dan mikroorganisme nontarget. Jadi, himbauan untuk melakukan
pengendalian hayati sudah banyak dilakukan pada beberapa komoditas tanaman
untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Pengendalian hayati dapat dilakukan salah
satunya dengan menggunakan varietas tahan. Namun, cara ini mempunyai kelemahan,
dengan adanya ras baru yang lebih virulen, maka ketahanan tanaman dapat
dipatahkan. Waktu yang dibutuhkan untuk bisa mendapatkan varietas tahan juga
cukup lama.
Tanaman tahunan yang sudah terinfeksi virus dapat dilakukan dengan kultur
meristem, perlakuan kimia (antiviral), dan pemanasan. Namun, bagi kultivar
rentan, akan sulit menghindari terjadinya reinfeksi oleh virus yang sama.
Setelah ditanamn di lapangan beberapa musim, maka akan terjadi degradasi
kembali. Di Jepang dan Eropa, salah satu usaha yang berhasil dilakuakn untuk
mengendalikan penyakit yang disebabakan oleh virus adalah dengan menggunakan
proteksi silang. Sekarang pengendalian hayati dengan teknik proteksi silang
sudah banyak dilakukan, yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini.
B. PEMBAHASAN
Tumbuhan seperti halnya hewan dan manusia yang bisa terinfeksi akibat
berbagai macam virus pathogenik, bakteri, dan fungi yang memiliki potensi
merusak jaringan atau bahkan membunuh tumbuhan. Tumbuhan juga memiliki sistem
pertahanan untuk mencegah infeksi dan menghadapi pathogen yang menginfeksi
tumbuhan. Garis pertahanan pertama adalah rintangan fisik dari tumbuhan
tersebut, yaitu epidermis tubuh tumbuhan primer dan periderm tubuh tumbuhan
sekunder (Champbell 2003). Akan tetapi, sisitem pertahanan pertama ini masih
bisa ditembus oleh virus, bakteri, serta spora maupun hifa jamur. Pathogen yang dapat menembus pertahanan
pertama dari tumbuhan, selanjutnya dapat meninfeksi tumbuhan tersebut. Tumbuhan yang sudah terinfeksi ini akan
mengeluarkan suatu serangan kimia sebagai garis pertahanan kedua yang dapat
membunuh pathogen dan dan dapat mencegah tersebarnya pathogen dari tempat
infeksi. Beberapa senyawa kimia sederhana yang diketahui mempunyai kemampuan
sebagai agen penginduksi ketahanan tanaman trhadap penyakit adalah asam salisilat,
benzothiadiazole, kaliumdihidrogenfosfat, ethylenediaminetetra acetic acid,
dan ikaliumhidrogenfosfat (Hersanti
2010). Sistem pertahanan kedua ini ditingkatkan oleh kemampuan tumbuhan yang
diwariskan untuk mengenali pathogen tertentu.
Ketahanan tanaman yang sudah dipatahkan oleh pathogen dapat menyebabkan
penurunan hasil dan bahkan kematian pada tanaman tersebut. Apabila salah satu
tanaman patah ketahanannya, maka tanaman sejenis lainnya yang ada disekitar
tanaman tersebut juga dapat terinfeksi. Maka dari itu perlu dilakukan
pengendalian agar produksi yang dihasilkan tetap baik. Salah satu pengendalian
yang dapat dilakukan adalah dengan cara pengendalian hayati dengan menggunakan
proteksi silang, sehingga virus dapat dikatakan sebagai agen pengendali hayati.
Proteksi silang atau dapat juga dikatakan sebagi imunisasi adalah upaya yang
dilakukan untuk mencegah infeksi virus yang lebih ganas. Pemberian imunisasi
pada tanaman dengan memberikan strain virus yang telah dilemahkan diharapkan
mampu berfungsi sebagai sparing partner yang nantinya akan memiliki kemampuan
untuk menolak virus yang sama dengan serangan lebih ganas. Sebab, pemberian virus
yang telah dilemahkan tersebut memicu tanaman untuk mengeluarkan senyawa kimia
tertentu sebagai bentuk pertahanan. Sistem pertahanan tanaman yang dibentuk
disebut dengan system ketahanan sistemik.
Mekanisme induksi resistensi (imunisasi) menyebabkan kondisi fisiologis
yang mengatur sistem ketahanan menjadi
aktif atau menstimulasi mekanisme resisten yang dimiliki tanaman. Imunisasi
tidak menghambat pertumbuhan tanaman bahkan dapat meningkatkan produksi pada
beberapa tanaman meskipun tanpa adanya patogen dan memberikan suatu cara untuk
bertahan terhadap stress lingkungan. Sinyal penginduksi resisten dapat berupa
agen penginduksinya atau sinyal yang disintesis tanaman akibat adanya agen
penginduksi. Sinyal tersebut diproduksi pada suatu bagian tanaman, namun dapat
berperan pada bagian lainnya. Transinduksi sinyal dapat ditransfer secara
intraseluler sehingga menimbulkan sistem ketahanan tanaman secara sistemik.
Virus-virus yang diinfeksikan ke tanaman dapat diperoleh dengan cara
mutasi, penularan melalui inang selektif, dan seleksi dari populasi alamiah
strain virus yang ada di lapang. Strain virus yang dilemahkan dapat dibuat
dengan 3 cara yaitu:
1.
Pemanasan in vitro yang bisa dilakukan pada
virus mozaik tembakau, ketimun, dam semangka.
2.
Pendinginan in vivo pada virus mozaik kedelai.
3.
Penggunaan asam nitrit sebagai bahan mutagenik yang
bisa diaplikasikan pada virus bercak cincin papaya. Cara ini juga tidak
menciptakan varian baru yang dapat menyebabkan penyakit yang membahayakan
tanaman yang membahayakan tanaman setelah berinteraksi virus yang telah ada
dilapangan.
Virus yang telah
dilemahkan tersebut dapat bersifat avirulen dan hypovirulen. Avirulen berarti virus yang
diberikan tidak mampu menyebabkan penyakit pada tanaman tersebut. Sedangkan hypovirulen
adalah fenomena dimana virulensi suatu fungi patogen berkurang, bahkan sampai
hilang karena infeksi mycovirus.
Ketahanan sistemik yang diinduksi oleh infeksi mikroorganisme baik yang
patogenik maupun non patogenik telah banyak dipelajari pada tanaman Cucurbitae.
Tanaman mentimun atau tanaman lain dari suku Cucurbitae dapat memperoleh
ketahanan sistemik setelah sebelumnya diinfeksi dengan jamur Colletotrichum lagenarium terhadap
patogen yang sama. Selain itu infeksi daun pertama dengan Tobacco Necrosis Virus (TNV) atau Cladosporium cucumerinum akan dapat melindungi tanaman dari
serangan C. lagenarium. Perendaman
benih semangka ke dalam suspensi inokulum Pseudomonas
sp dapat mengurangi kerusakan tanaman karena penyakit antraknose. Demikian pula
perlakuan benih mentimun ke dalam suspensi Pseudomonas
mycophaga selama 24 jam dapat mengurangi antraknose sebesar 52-63 %.
Infeksi C. lagenarium atau TNV pada
mentimun dapat pula menimbulkan ketahanan tanaman terhadap serangan layu oleh Fusarium oxysporum.
Di Indonesia, pengendalian dengan menggunakan proteksi silang telah
banyak dilakukan. Pengendalian biologi penyakit virus yang memanfaatkan sifat
proteksi silang telah berhasil dilakukan pada beberapa komoditas pertanian,
seperti penyakit virus pada jeruk, pepaya, tomat, cabai, vanili, serta krisan.
Bahkan, telah ada vaksin khusus untuk virus mozaik, yaitu CARNA 5 (cucumber mosaic virus asosiated RNA 5). Raharjo
dan Sulyo (2005) telah berhasil mengaplikasikan vaksin pada tanaman hias krisan
oleh. Hasilnya sama seperti tanaman sehat, tidak menurunkan produksi tanaman
tersebut dan tidak terdapat gejala mozaik yang Nampak, serta warna bunga yang
dihasilkan tidak menampakan pecah warna.
C. KESIMPULAN
Virus yang menganggu
tanaman budidaya sukar dikendalikan karena mudah tersebar melalui vektor dan
mempunyai kisaran inang yang luas. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia
aktif untuk mengendalikan vektor virus dapat berdampak buruk bagi lingkungan.
Maka dari itu dilakukanpengendalian hayati. Salah satu pengendaliannya yaitu
dengan proteksi silang. mudah tersebar melalui vektor dan mempunyai kisaran
inang yang luas. Proteksi silang adalah perlindungan tanaman menggunakan strain
lemah virus untuk melindungi tanamn dari
superinfeksi virus strain ganas. Ketersediaan strain lemah yang tidak
menurunkan hasil tanaman inang merupakan faktor kunci keberhasilan pengendalian
virus menggunakan proteksi silang. Isolat strain lemah dapat diperoleh dengan
cara invitro, in vivo, dan menggunakan asam nitrit.
Pengendalian hayati dengan
menggunakan proteksi silang telah banyak dilakukan di Indonesia. Beberapa jenis
tanaman yang diaplikasikan proteksi silang dan telah berhasil diantaranya yaitu
cabai, tomat, mentimun, vanili, serta krisan.. Teknik proteksi silang ini tidak
akan menurunkan hasil produksinya, bhkan akan meningkatkan system pertahanan
dari tanaman. Sekarang ini telah dibuat vaksin untuk virus CMV yang disebut dengan CARNA 5 dan
telah berhasil diaplikasikan pada pertanaman krisan.
DAFTAR PUSTAKA
Akin HM 2005. Kepatogenan Satelit RNA yang
Berasosiasi dengan Cuccumber Mozaik Virus
(CMV sat-RNA) pada Tanaman Cabai. Jurnal
HPT Tropika. Volume 5(1): 37 – 41.
Champbell dan Reece-Mitchell 2003. Biologi (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Hersanti 2003. Pengujian Beberapa Ekstrak Tumbuhan
Sebagai Agen Penginduski Ketahanan Cabai Merah Terhadap Cucumber Mozaic Virus. J.
Agrik. Volume 14(3) : 160-165.
Raharjo IB dan Solyo 2005. Proteksi Silang untuk
Pengendalian Virus Mosaik pada krisan. Jurnal Hortikultura. Vol 15(2): 129 – 134.
Victorlie 2010. Meningkatkan Antibodi Tanaman
Melalui Teknologi Iminusasi. http://hamparanbuah.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 26 Maret 2014.
Bisakah saya pesan strain lemah tsb??
BalasHapusSaya heran dgn perguruan tinggi punya segudang ilmu tp ZOOONK,,, knpa!!!? sbg contoh saya baca bnyak artikel tentang proteksi silang virus tanaman termasuk postingan anda ini,, tp knp tak diajarkan ke para petani pdhal mreka² sangat mbutuhkan ,, bknkah anda² yg mpelajari ilmu untuk dipraktekkan ???
BalasHapus